antara aku mereka dan siti inggil

Kusebut saja namamu adalah Siti Inggil, pacar dan kekasihku atau setidaknya pernah seperti itu.Satu dari seribu untuk menyebut mereka perempuan yang pernah ada dalam hari-hariku. Mungkin, hampir 15 tahun yang lalu terakhir kali aku berjumpa denganmu bersama Istriku dan sahabatmu Ningsetia  beberapa hari setelah hari pernikahanmu. Masih terasa sampai hari ini tanganmu menggenggam erat tanganku didepan Istriku dan seorang laki-laki yang baru saja menjadi  suamimu seakan tak ingin kita berpisah.
"Maafkan aku ya...!" kataku singkat
"Sama-sama maafkan aku juga" jawabmu begitu sendu dan lirih seakan tak percaya bahwa kita telah memilih jalannya masing-masing.

Sebelum dan sejak hari itu sampai sekarang namamu tak bisa hilang dari ingatanku dan juga rasa cinta ini tak bisa aku membuangnya begitu saja dari dalam hatiku. Walaupun tidak lebih dari perempuan-perempuan tersebut,tahukah kau sebelum Jansen Jasin menjadi perupa dan pelukis hebat seperti sekarang, sebelum dia juga berkarya untuk orang-orang hebat dinegeri ini, dia pernah melukismu untukku.Begitu Inggil (tinggi)nya namamu menempati ruang dalam hatiku diantara nama-nama mereka. Membayangkan dan menggambarkanmu pada orang lain adalah membandingkan wajahmu dengan seorang penyanyi Campur Sari yang terkenal dengan lagu Teh Poci Endang Paramitha.

Sesaat aku bisa lupa padamu seiring pertemuanku dengan Bulan, perempuan yang mirip dengan orang yang selalu datang dan hadir dalam setiap mimpi dan tidurku.Walaupun tak pernah aku mengetahui siapa nama perempuan itu dari mana dia berasal dan siapa sebenarnya dia. Ketika berkendara dia ada pada sisi kananku dan istriku berada di belakang, saat berjalan bersama dia juga ada dikananku dengan kiriku adalah istriku.
Yang aku tahu dia gadis yang begitu cantik dan mempesonaku. Dia juga begitu mencintaiku dan menyayangi keluargaku. Jika dia ada dalam kehidupan nyata, istriku hanya bisa menerima sosok Astin seorang teman dan sahabatku saat aku bekerja sebagai fasilitator kelurahan mendampingi masyarakat di Surabaya. Sosok Astin begitu terlihat bermoral, berperilaku dan berbudi luhur seperti perempuan itu, tetapi aku belum yakin akan wajahnya. Sehari sebelum bertemu Bulan bahkan aku sempat menghubungi Astin yang terlebih dahulu bertugas di Jambi bahwa aku juga akan ke Sumatera, ke Palembang tepatnya kota yang terkenal dengan jajanan khas Pempek ibukota propinsi Sumatera Selatan.

Walaupun wajahnya mirip sekali dengan perempuan itu, tetapi Bulan tidak bisa menggambarkan sosok perempuan itu. Entahlah apakah memang sifat dan watak Bulan yang bukan orang Jawa sehingga tidak bisa Njawani,namun dalam hati aku selalu berharap bahwa Bulan adalah perempuan itu. Maka begitulah dengan daya dan upayaku aku dan Bulan menjalin hubungan tanpa status.Bulan masih punya kekasih yang setia dan mencintainya walaupun ada hal yang Bulan tidak menyukai dia suka berlaku kasar tetapi itu adalah hal kecil yang tentu mereka bisa selesaikan. Dan aku adalah aku seorang dengan istri dan seorang anak perempuan.

to be continu


Komentar